Kamis, 30 Juli 2015

Catatan dari Deddy Corbuzier *hitam putih*

Repost tulisan dedy czorbuzier.
______________________
School of Parenting

"BELAJAR YANG KALIAN SUKA"

Kisah ajaib di siang suntuk saat jemput sekolah.

Azka, " Pa, tadi lomba renang. I get urutan ke 5!!!"

Me, " Woooow, I'm so proud of you. You are amazing!!!!"

Azka, " Yeaaaaaay"

Ibu-ibu entah arisan di belakang, "Mas Ded, yang tanding kan per 6 orang. Masak anaknya urutan ke 5 malah bangga. Anak saya aja urutan ke 3 saya bilang payah. Nanti malas, Mas Ded."

Me, "Hahaha, iya yah. Wah, saya soalnya waktu kecil diajari ayah & ibu saya kalau tujuan renang itu yah supaya gak tenggelam aja sih. Bukan supaya duluan sampe tembok. Hehehe"

Ibu,  "Ah Mas Ded bisa aja. Jangan gitu mas ngajar anaknya. Bener deh nanti malas."

Me, "Hahah, Azka gak malas kok mbak. Tenang aja, kemarin mathnya juara 3, catur nya lawan saya aja saya kalah sekarang. Eh, anu Mbak, saya juga gak masalah punya anak malas di hal yang dia gak bisa atau gak suka. Yang penting dia usaha. Daripada anak rajin tapi stress punya ibu yang stress juga marahi anaknya karena cuma dapat juara 3 lomba renang."

Ibu, "Hehehe, Mas, saya jalan dulu yah."

Me, "Gak renang aja, Mbak?"

Senyap......

Ya, ini kejadian benar dan tidak saya ubah-ubah.
Apa sih yang sebenarnya terjadi secara gamblang?

Tahukah si ibu kalau Azka luar biasa di catur nya?
(Penting? NO!! Sama dengan Renang)

Atau Azka juga mendalami bela diri yang cukup memukau dibanding anak seusianya.

Atau.. Azka.. Atau Azka...
Banyak kelebihan Azka..
Sama dengan kalian.
Banyak kelebihan yang kalian punya. Artinya banyak kelemahan yang kalian punya juga.

Tapi, apabila para orang tua memaksakan kalian sempurna di semua bidang dan menerapkannya dengan paksaan, maka hanya akan terjadi 2 hal.

1. Si anak stress dan membenci hal itu.

2. Si anak sukses di hal itu dan membenci orang tuanya (Michael Jackson contohnya)

Yuk, kita lihat apa yang baik di diri anak kita. (bila anda orang tua)

Yuk, kita komunikasikan apa yang kita suka (bila kita anak tersebut)

Mengajari dengan kekerasan tidak akan menghasilkan apapun. Memarahi anak karena pelajaran adalah hal yang bodoh.

Saya sampai sekarang masih bingung, mengapa naik kelas tidak naik adalah hal yang menjadi momok bagi ortu (kecuali masalah finansial)

Siapa sih yang menjamin naik kelas jadi sukses kelak?

Saya...
Saya 2 kali tidak naik kelas...
Yes, I'm. Proudly to say.

Ayah saya ambil raport. Merah semua.
Dia tertawa, "Kamu belajar sulap tiap hari, kan? Sampai gak belajar yang lain."

Me, "Iya, Pa."

"Sulapnya jago. Belajarnya naikin yuk.. Gak usah bagus. Yg penting 6 aja nilainya. Ok?
Pokoknya kalau nilai nya kamu 6, Papa beliin alat sulap baru. Gimana?"

Wow... My target is 6.....
Not 8.. Not 9...
NOT 10!!!!
It's easy..... Its helping... It's good communication between me and my father....
It's a GOOD Deal...
Dan Ibu saya? Mendukung hal itu.

Apa yang mereka dapat saat ini?
Anaknya yang nilainya tidak pernah lebih dari 6/7 tetap sekolah. Kuliah.
Jadi dosen tamu .. Mengajar di beberapa kampus.

Oh.. Anaknya...
Become one thing they never imagine...
World Best Mentalist

Apa yang terjadi kalau saat itu saya dihukum. Dimarahi. Dilarang lagi bermain sulap?

Apa? Maybe I be one of the people working on bus station.
(other Bad... Not Great)

Yuk, stop memarahi anak krn pelajarannya. Karena ke unikan nya.
Kita cari apa yang mereka suka.
Kita dukung.

U never know what it will bring them in the future.
Might indeed surprise you.

   Hitam - Putih
--Deddy Corbuzier--

Kamis, 12 Desember 2013

Kamis, 06 Oktober 2011

GURU

beberapa hari lalu saya mendapatkan email dari kepala sekolah Sekolah Alam Depok (SADe) yang berisi kutipan dari salah seorang yang cukup terkenal di negara kita ini, seorang ahli di bidang ekonomi dan marketing, Bapak Rhenald Kasali, yang juga seorang ketua program Magister Management Universitas Indonesia. Dalam surat terbukanya untuk memperingati hari guru di Indonesia, beliau menemukan keunikan guru dari sikap dan sifat mengajarnya. berikut petikan dari surat beliau yang dikirim kepada saya melalui Bapak Edifrizal Darma.



DUA JENIS GURU

Di Hari Pendidikan lalu, saya bertemu dua jenis guru. Guru pertama adalah guru kognitif, sedangkan guru kedua adalah guru kreatif. Guru kognitif sangat berpengetahuan. Mereka hafal segala macam rumus, banyak bicara, banyak memberi nasihat, sayangnya sedikit sekali mendengarkan.
Sebaliknya, guru kreatif lebih banyak tersenyum, namun tangan dan badannya bergerak aktif. Setiap kali diajak bicara dia mulai dengan mendengarkan, dan saat menjelaskan sesuatu, dia selalu mencari alat peraga. Entah itu tutup pulpen, botol plastik air mineral, kertas lipat, lidi, atau apa saja. Lantaran jumlahnya hanya sedikit, guru kreatif jarang diberi kesempatan berbicara. Dia tenggelam di antara puluhan guru kognitif yang bicaranya selalu melebar ke mana-mana. Mungkin karena guru kognitif tahu banyak, sedangkan guru kreatif berbuatnya lebih banyak.

Guru Kognitif
Guru kognitif hanya mengajar dengan mulutnya. Dia berbicara panjang lebar di depan siswa dengan menggunakan alat tulis. Guru-guru ini biasanya sangat bangga dengan murid-murid yang mendapat nilai tinggi. Guru ini juga bangga kepada siswanya yang disiplin belajar, rambutnya dipotong rapi, bajunya dimasukkan ke dalam celana atau rok, dan hafal semua yang dia ajarkan. Bagi guru-guru kognitif, pusat pembelajaran ada di kepala manusia, yaitu brain memory. Asumsinya, semakin banyak yang diketahui seseorang, semakin pintarlah orang itu.

Dan semakin pintar akan membuat seseorang memiliki masa depan yang lebih baik. Guru kognitif adalah guru-guru yang sangat berdisiplin. Mereka sangat memegang aturan, atau meminjam istilah para birokrat (PNS), sangat patuh pada ”tupoksi”. Saya sering menyebut mereka sebagai guru kurikulum. Kalau di silabus tertulis buku yang diajarkan adalah buku ”x” dan babbab yang diberikan adalah bab satu sampai dua belas,mereka akan mengejarnya persis seperti itu sampai tuntas.
Karena ujian masuk perguruan tinggi adalah ujian rumus, guru-guru kognitif ini adalah kebanggaan bagi anak-anak yang lolos masuk di kampus-kampus favorit. Kalau sekarang, mereka adalah kebanggaan bagi siswa-siswa peserta UN. Sayangnya, sekarang banyak ditemukan anak-anak yang cerdas secara kognitif sulit menemukan ”pintu” bagi masa depannya. Anak-anak ini tidak terlatih menembus barikade masa depan yang penuh rintangan, lebih dinamis ketimbang di masa lalu, kaya dengan persaingan, dan tahan banting.
Saya sering menyebut anak-anak produk guru kognitif ini ibarat kereta api Jabodetabek yang hanya berjalan lebih cepat daripada kendaraan lain karena jalannya diproteksi, bebas rintangan. Beda benar dengan kereta supercepat Shinkanzen yang memang cepat. Yang satu hanya menaruh lokomotif di kepalanya, sedangkan yang satunya lagi, selain di kepala, lokomotif ada di atas seluruh roda besi dan relnya.


Guru Kreatif
Ini guru yang sering kali dianggap aneh di belantara guru-guru kognitif. Sudah jumlahnya sedikit, mereka sering kali kurang peduli dengan tupoksi dan silabus. Mereka biasanya juga sangat toleran terhadap perbedaan dan cara berpakaian siswa. Tetapi, mereka sebenarnya guru yang bisa mempersiapkan masa depan anak-anak didiknya. Mereka bukan sibuk mengisi kepala anak-anaknya dengan rumus-rumus, melainkan membongkar anak-anak didik itu dari segala belenggu yang mengikat mereka.
Belenggu-belenggu itu bisa jadi ditanam oleh para guru, orang tua, dan tradisi seperti tampak jelas dalam membuat gambar (pemandangan, gunung dua buah, matahari di antara keduanya, awan, sawah, dan seterusnya). Atau belenggu-belenggu lain yang justru mengantarkan anak-anak pada perilaku-perilaku selfish, ego-centrism, merasa paling benar, sulit bergaul, mudah panik, mudah tersinggung, kurang berbagi, dan seterusnya.

Guru-guru ini mengajarkan life skills, bukan sekadar soft skills, apalagi hard skill. Berbeda dengan guru kognitif yang tak punya waktu berbicara tentang kehidupan, mereka justru bercerita tentang kehidupan (context) yang didiami anak didik. Namun, lebih dari itu, mereka aktif menggunakan segala macam alat peraga. Bagi mereka, memori tak hanya ada di kepala, tapi juga ada di seluruh tubuh manusia.
Memori manusia yang kedua ini dalam biologi dikenal sebagai myelin dan para neuroscientist modern menemukan myelin adalah lokomotif penggerak (muscle memory). Di dalam ilmu manajemen, myelin adalah faktor pembentuk harta tak kelihatan (intangibles) yang sangat vital seperti gestures, bahasa tubuh, kepercayaan, empati, keterampilan,disiplin diri,dan seterusnya.

Saat bertemu guru-guru kognitif, saya sempat bertanya apakah mereka menggunakan alat-alat peraga yang disediakan di sekolah? Saya terkejut, hampir semua dari mereka bilang tidak perlu, semua sudah jelas ada di buku. Beberapa di antara mereka bahkan tidak tahu bahwa sekolah sudah menyediakan mikroskop dan alat-alat bantu lainnya. Sebaliknya, guru-guru kreatif mengatakan: ”Kalau tidak ada alat peraga, kita akan buat sendiri dari limbah.

Kalau perlu, kita ajak siswa turun ke lapangan mengunjungi lapangan. Kalau tak bisa mendatangkan Bapak ke dalam kelas, kita ajak siswa ke rumah Bapak,” ujarnya. Saya tertegun. Seperti itulah guru-guru yang sering saya temui di negara-negara maju. Di negara-negara maju lebih banyak guru kreatif daripada guru kognitif. Mereka tak bisa mencetak juara Olimpiade Matematika atau Fisika, tetapi mereka mampu membuat generasi muda menjadi inovator, entrepreneur, dan CEO besar.
Mereka kreatif dan membukakan jalan menuju masa depan. Saat membuat disertasi di University of Illinois, para guru besar saya bukan memaksa saya membuat tesis apa yang mereka inginkan, melainkan mereka menggali dalam-dalam minat dan objektif masa depan saya. Sewaktu saya bertanya, mereka menjawab begini: ”Anda tidak memaksakan badan Anda pada baju kami, kami hanya membantu setiap orang untuk membuat bajunya sendiri yang sesuai dengan kebutuhannya.” Selamat merayakan Hari Pendidikan dan jadilah guru yang mengantarkan kaum muda ke jendela masa depan mereka.

RHENALD KASALI
Ketua Program MM UI


Edifrizal Darma
www.sekolahalamdepok.com



Dari artikel di atas dapat kita simpulkan bahwa di luar Indonesia terdapat guru yang mengajarkan kepada kehidupan dibandingkan pada konteks. menurut saya hal ini sangat bertolak belakang sekali dengan apa yang ada di Indonesia pada umumnya. Namun saat ini sudah mulai tampak gelagat berkembangnya sekolah-sekolah yang memiliki visi dan misi bertujuan untuk mengajarkan para siswanya untuk dapat hidup di masa depannya dengan modal pembelajaran alam sekitar. karena seseorang akan mulai menghargai diri sendiri disaat dia menghargai alam disekitarnya.

Fenomena maraknya korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini merupakan salah satu hasil yang didapat dari metode pendidikan masa lalu (walaupun tidak semuanya berdampak buruk), apabila seseorang menghargai alam sekitarnya maka dia akan menghargai diri sendiri. Apabila kita mengajarkan pada anak didik kita bahwa kalau kita menebang pohon yang ada sekarang, maka apa saja konsekuensi yang akan kita terima dampaknya dimasa yang akan datang, begitu pula sebaliknya, apabila kita mengajarkan anak didik kita untuk menanam pohon sekarang, hasil apa saja yang akan kita dapatkan di masa yang akan datang.

Apabila seseorang tahu apa yang akan terjadi dimasa datang atas tindakannya saat ini, maka orang tersebut akan berpikir berulang-ulang untuk melakukan tindakannya tersebut. Seandainya dia tahu kalo korupsi itu akan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dan "dirinya", maka orang tersebut tidak akan melakukan korupsi.

Menjadi guru merupakan panggilan jiwa dan bukan sebuah tuntutan profesi semata, karena hal ini akan berdampak juga pada saat transfer ilmu dari seorang guru kepada muridnya. Apabila seorang guru dengan ikhlas dari dalam hati yang paling dalam memberikan ilmu yang dimilikinya, akan semakin banyak pelajaran yang akan diresapi oleh anak didiknya dan dapat dipergunakan untuk masa depannya. Sebaliknya apabila seorang guru mengajar hanya sebagai tuntutan profesi (emang sudah harus begitu...), maka anak didikpun akan sulit menerima ilmu yang diajarkan oleh guru tersebut.

PESAN UNTUK GURU
Pertanyaan mendasar yang perlu kita renungkan sebagai seorang guru,
SIAPAKAH KITA ?
APA YANG AKAN KITA SAMPAIKAN PADA ANAK DIDIK KITA ?
MAU DIBAWA KEMANA ANAK DIDIK KITA DI MASA DEPAN MEREKA NANTI ?

untuk semua guru seluruh Indonesia

Kamis, 18 Maret 2010

Manfaatkan Potensi mu

Otak manusia dapat menampung ratusan hingga jutaan kali lipat dari komputer yang tercanggih saat ini, hal ini dikarenakan cara kerja otak yang sangat misterius dan menakjubkan. Hingga saat ini belum ada yang dapat merinci bagaimana cara otak bekerja secara maksimal dan mengagumkan. Belum ada ahli yang dapat menjelaskan perbedaan mendasar otak Einstein dengan manusia lainnya. Pada dasarnya sama, yang membedakannya adalah panjang neuron dari tiap-tiap otak berbeda tergantung seberapa sering manusia tersebut menggunakan otaknya untuk berpikir.
di beberapa kajian keilmuan menyarankan agar para manusia berusia lanjut lebih sering melatih otak mereka dengan mengerjakan teka-teki silang, terutama orang yang dimasa mudanya lebih sering menggunakan otaknya dalam bekerja sehari-hari, sehingga dimasa pensiunnya atau masa dimana orang tersebut tidak memiliki aktifitas yang sama dengan masa mudanya tidak mengalami penurunan daya otak yang drastis, yang dapat mengakibatkan stress bahkan kepikunan (rasa lupa yang akut). Perubahan aktifitas otak yang sangat drastis inilah kemudian dapat membuat orang tersebut berubah secara mental pula, yang nantinya juga berpengaruh pada aspek kesehatan orang tersebut.
Akhir-akhir ini banyak bermunculan berbagai penyakit yang disebabkan disfungsi otak, antara lain, Alzeimer, parkinson. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk dapat menemukan obat dan pencegahan dari penyakit yang menyerang otak ini. Berbagai badan amal-pun telah didirikan untuk membantu penelitian penanggulangan berbagai penyakit yang menyerang otak.
Salah satu cara untuk dapat menghindarinya adalah dengan meng-optimalkan kerja otak sesuai dengan usia dan proporsinya. Terdapat beberapa metode yang diajarkan pada anak usia dini untuk dapat memanfaatkan potensi otaknya. Setiap manusia memiliki kekuatan otak yang berbeda-beda, sehingga memiliki potensi yang dapat digali dengan cara yang berbeda pula. Salah satu caranya adalah dengan mengetahui kerja otak kita sendiri. Untuk mengetahui potensi otak kita, caraya sangat mudah. Kepalkan tangan kita dengan posisi jari saling menyilang satu dengan lainnya, jempol tangan manakah yang berada di posisi atas ?
Kerja otak berlawanan dengan organ tubuh, sehingga apabila jempol tangan kanan berada diatas, berarti kerja otak kiri berfungsi dominan, sebaliknya apabila jempol tangan kiri diatas menandakan kerja otak kanan lebih dominan. Hal ini tidak menandakan bahwa sebagaian otak kita tidak bekerja sebagaimana semestinya, namun dominansi kerja otak mempengaruhi cara berpikir dan kemampuan-kemampuan tertentu dalam hidup.
Proses berpikir otak kiri bersifat logis, sekuensial, linier, dan rasional. Pada sisi ini sangat teratur, walaupun dalam realitasnya mampu melakukan penafsiran abstrak dan simbolis, hal ini terjadi hampir di seluruh aspek kehidupannya. Sebaliknya pada proses berpikir otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik. Pada sisi ini lebih cenderung pada sifat nonverbal seperti, perasaan dan emosi, sehingga lebih abstrak pada pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreativitas dan visualisasi.
Tidak ada penentuan otak mana yang lebih unggul atau memiliki kelebihan dibandingkan lainnya, yang semestinya adalah kesadaran dari diri kita untuk mengetahui potensi diri dan menggalinya lebih jauh. Atau kita dapat memanfaatkan keseimbangan dari kedua belah sisi otak kita.
Terdapat banyak pola latihan untuk dapat kita ikuti sebagai pengasah dan olah raga otak hingga bekerja secara optimal, antara lain dengan menyeimbangkan kerja anggota tubuh secara bergantian dan berkesinambungan. Hal ini dapat merangsang kerja otak secara keseluruhan fungsi kontrol terhadapnya.

Selasa, 16 Maret 2010

BULAN


Indahnya bulan hanya tampak pada malam hari, sinar yang memancar berasal dari pantulan matahari, sungguh semu apa yang ada pada bulan, namun kesetiaannya menemani dan mengitari bumi menjadi tanda kesetiaan bulan. Bulan menjadi perkiraan bagi manusia dan para pengembara, perubahan bentuk dari padanya menunjukkan waktu pada suatu masa. Berbagai puisi dan cerita memaparkan keindahan dan fungsi dari bulan. Bulan penuh atau bulan purnama di khiaskan sebagai wajah yang bersinar dan indah rupawan, bulan sabit diibaratkan bagai senyuman dan masa surut. Bulan hanya sebuah benda yang diciptakan untuk dapat memberikan penandaan waktu bagi sebagian orang (muslim), sehingga dapat diketahui kapan waktu untuk beribadah. Sebagian lain menentukan waktu mereka dengan perhitungan matahari, tidak pernah berubah pada bagian bumi manapun. Dengan perhitungan bulan, seluruh bagian bumi akan mendapatkan kesempatan yang sama dalam menjalankan ibadahnya. Sebagai contoh, apabila waktu puasa Ramadhan di daerah utara bumi mengalami musim salju, maka 5-7 tahun berikutnya di tempat yang sama akan mengalami waktu puasa Ramadhan pada musim panas. Sungguh keadilan dari Sang Pencipta bagi umat manusia menjadi bukti dari ilmu pengetahuan modern.
Ilmu pengetahuan juga mencoba membuktikan bahwa manusia telah dapat mendarat di bulan, tetapi pendapat ini sangat banyak pertentangan, terutama dari para ilmuwan lain yang meragukan kebenarannya, sebab mereka berpendapat bahwa bulan tidak dapat disinggahi apalagi ditempati. Permukaan bulan yang selalu menghadap matahari akan memiliki panas abadi (bersuhu > 2500 derajat celcius), sedangkan bagian permukaan bulan yang tidak pernah terkena sinar matahari akan sangat dingin (-2500 derajat celcius).